Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

#3 Pengertian I'rab Beserta Tanda-Tanda dan Contohnya

Pengertian I’rab – Pada materi sebelumnya, kita telah belajar mengenai apa itu kalam dan pembagian-pembagiannya lengkap. Nah, untuk kali ini, kita beralih ke pembahasan i’rab yang merupakan salah satu komponen penting dalam ilmu Nahwu yang wajib hukumnya untuk dihafal.

Kenapa kami katakan wajib?

Karena i’rab sendiri akan menentukan harakat di setiap akhir kalimah. Artinya, setiap perubahan akhir kalimah tidak akan pernah lepas dari yang namanya aturan i’rab yang merupakan definisi dari i’rab itu sendiri.

Definisi i’rab

تَغْيِيرُ اَوَاخِرِ الكَلِمِ لِاخْتِلَافِ العَوَامِلِ الدَاخِلَةِ عَلَيهَا لَفْظًا اَوْ تَقْدِيرًا

I’rab adalah perubahan akhir kalimah dikarenakan amil yang masuk berbeda-beda baik perubahan tersebut secara kasat mata atau terlihat (lafziyah) maupun hanya dikira-kirakan saja (ma’nawiyah).

Perlu kami sampaikan bahwa definisi di atas merupakan definisi paling mendasar yang dijelaskan dalam kitab Jurumiyah. Kami tidak akan menyinggung definisi menurut kitab ‘Imrithi ataupun Alfiyah Ibnu Malik karena tujuan pembuatan materi ini dikhususkan untuk pemula yang baru belajar mengenai ilmu Nahwu.

Penjelasan i’rab

Seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya, membaca kalimat bahasa arab tidak akan lepas dari fungsi memahami i’rab. Sebab, semua lafaz yang ada di Al-Qur’an dan kitab-kitab bahasa arab lainnya memiliki harakat yang bervariasi seperti damah, fathah, kasrah, dan sukun yang tentunya semua sudah diatur sebagaimana gramatika yang berlaku.

Itulah salah satu alasan mengapa i’rab merupakan komponen penting dalam bahasa arab, karena setiap perubahan harakat di akhir kalimat dalam bahasa arab akan mempengaruhi makna dan posisi dari kalimat itu sendiri.

Contoh:

جَاءَ زَيْدٌ (Zaid telah datang)

اَنْظُرُ زَيْدًا (Saya melihat Zahid)

مَرَرْتُ بِزَيْدٍ (Saya bersimpangan dengan Zaid)

Perhatikan ketiga contoh i’rab di atas. Kata زَيْد memiliki perubahan harakat yang berbeda-beda karena posisi atau kedudukannya berbeda-beda pula.

Pada contoh pertama, harakat huruf (د) pada lafaz Zaid berupa dammah (دٌ) sehingga di baca (زَيْدٌ). Karena posisinya menjadi pelaku (fail). Apa itu fail? fail adalah isim yang dibaca rafa’ (dammah) yang jatuh setelah fiil (pekerjaan). Agar tidak mencabang dan melebar, kami akan bahas fail pada materi yang terpisah.

Sedangkan contoh kedua, harakat (د) pada lafaz Zaid bukan lagi dammah, melainkan fathah, (زَيْدًا). Hal itu dikarenakan kedudukannya berbeda lagi, yaitu menjadi Objek atau sasaran (Maf’ul bih). Apa itu maf’ul bih? Maf’ul bih adalah isim yang dibaca nashab (Fathah) yang jatuh setelah fail (pelaku). Agar tidak mencabang dan melebar lagi, kami akan bahas fail pada materi yang terpisah.

Sedangkan pada contoh ketiga harakatnya berubah lagi menjadi Kasrah (بِزَيْدٍ). Penyebabnya adalah karena ia sudah kemasukan dengan salah satu huruf jer (بِ) yang dampaknya adalah ia wajib pula dibaca jer atau kasrah pada akhir kalimatnya, menjadi (دٍ).

Nah, untuk menjawab pertanyaan, “Mengapa terjadi perubahan seperti itu?

Jawabannya adalah karena kedudukan Zaid (زيد) pada ketiga contoh di atas berbeda atau bisa diartikan memiliki struktur kedudukan yang berbeda-beda dalam kalimat sempurna.

Pada contoh pertama, Zaid (زيد) berkedudukan sebagai fiil (Pelaku Pekerjaan), Maka dari itu harus dibaca rafa' yang alamat asli rafa' adalah dammah. 

Pada contoh kedua, lafaz Zaid (زيد) berkedudukan sebagai maf'ul bih (Obyek/Sasaran Pelaku), sehingga harus dibaca nashab yang alamat asli i'rab nashab adalah fathah. 

Sedangkan lafaz Zaid (زيد) pada contoh ke tiga berkedudukan sebagai majrur  karena diawali dengan salah satu huruf Jer yaitu ba’ jer (ب). dan alamat asli Jer adalah Kasrah.

Pembagian i’rab

Setelah mempelajari logika dasar dari perubahan i’rab, kita beralih ke pembagian-pembagiannya. I’rab sendiri terbagi menjadi 4 (empat), yaitu rafa’, nashab, jer, dan jazem. Tidak perlu tergesa-gesa dalam memahami keempat i’rab tersebut. Yang penting kita hafal dulu apa saja alamat asli mereka.

  • Untuk i’rab rafa’, alamat aslinya adalah dammah. Contoh: جَاءَ زَيْدٌ
  • Untuk i’rab nashab, alamat aslinya adalah fathah. Contoh: اَنْظُرُ زَيْدًا
  • Untuk i’rab jer/khafdz, alamat aslinya adalah kasrah. Contoh: مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
  • I’rab Jazem, alamat aslinya adalah sukun. Contoh: لَمْ تَضْرِبْ، لَمْ تَنْصُرْ

Alamat asli dan niyabah (pengganti)

Seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya, poin penting dalam materi ini adalah menghafal alamat-alamat dari i’rab itu sendiri, tidak perlu sampai memahami kriteria lanjutan dari keempatnya. Agar lebih mudah, kriteria lanjutan dari i’rab akan kami buatkan materi khusus pada artikel berikutnya.

Nah, untuk alamat i’rab sendiri ada 2 (dua). Pertama adalah alamat asli seperti yang sudah kami jelaskan di atas. Kedua, alamat niyabah atau pengganti dari alamat asli yang akan kami jelaskan di bawah ini:

  • Alamat niyabah atau pengganti dari i’rab rafa’ adalah dammah, wawu, alif, dan nun.
  • Alamat niyabah atau pengganti dari i’rab nashab adalah alif, kasrah, ya’, sukun, dan hadzf nun (membuang nun)
  • Alamat niyabah atau pengganti dari i’rab jer/khafd adalah ya’ dan fathah.
  • Alamat niyabah atau pengganti dari i’rab jazem adalah hadzf (membuang nun atau huruf ‘ilat).

Kenapa harus ada alamat pengganti? Karena setiap perubahan memang memiliki porsinya masing-masing. Artinya, tidak selama kalimat yang dibaca rafa’ itu wajib berupa dammah, tetapi bisa saja berupa wawu, alif atau nun.

Begitu juga dengan i’rab nashab, tidak selamanya ia dibaca fathah, tetapi bisa juga dibaca alif, kasrah, ya’, sukun, atau mungkin membuang nun.

Untuk penjelasan lengkapnya mengenai pembagian i’rab ini akan kami paparkan secara gamblang pada artikel berikutnya. Sebab, apabila kami satukan dengan materi ini mungkin akan kepanjangan dan berpotensi membuat kurang nyaman pembaca.

Mungkin cukup sampai di sini pembahasan mengenai pengertian i'rab lengkap dengan pembagian dan contohnya. Semoga apa yang kami sampaikan bermanfaat. Wallahu A'lam